PESONA COBAN PELANGI TANPA PELANGI

14:14:00




Musim hujan datang lagi. Ada yang menganggap ini bukan waktu yang tepat untuk liburan karena hujan bisa datang kapan saja. Itu pula yang saya alami saat mengunjungi Coban Pelangi di Desa Gubuk Klakah, Kecamatan Poncokusumo, Kabupaten Malang. Hujan menjadi teman perjalanan sejak berangkat hingga pulang. Namun, mungkin karena niat dan tekad sudah bulat, saya sama sekali tak ingin mengurungkan rencana.


Saya berangkat dari Kota Malang bersama seorang teman. Jarak tempuhnya sekitar 32 kilometer ke arah timur, sejalur menuju Gunung Bromo dan Gunung Semeru. Hujan menyapa sejak saya memasuki kawasan Desa Gubuk Klakah. Setelah kami berteduh beberapa menit di teras rumah warga, cuaca memberi kesempatan untuk melanjutkan perjalanan.

Semakin dekat dengan lokasi wisata alam yang dikelola Perhutani ini, jalan aspal semakin menanjak, menyempit, dan berkelok. Pemandangan yang tersaji sangat indah. Perbukitan berselimut kabut, sungai kecil yang membelah dua tebing, dan udara sejuk segar mampu menghipnotis saya untuk berhenti sejenak dan menikmati suasana.

Perbukitan berselimut kabut
Sungai membelah tebing

Sampai di pintu loket Coban Pelangi, cuaca cerah. Untuk menikmati air terjun di bukit berketinggian 1.299,5 mdpl ini, kami harus menyusuri jalan setapak sejauh sekitar 1 kilometer. Siapkan stamina untuk menyusuri track ini. Sebagian besar jalan setapak ini berundak, menanjak, menurun, dan terjal. Medan berbukit menuju Coban Pelangi mencapai tingkat kemiringan 45 derajat.

Bagi saya, daya tarik saat berkunjung ke lokasi wisata alam seperti ini bukan hanya objek utamanya. Pemandangan yang tersaji sepanjang perjalanan juga menjadi daya pikat tersendiri. Hutan dan tebing yang memberi udara sejuk segar melepaskan segala kepenatan saya. Kicau burung dan suara hewan-hewan yang saya tak tahu apa itu (mungkin serangga) menjadi hiburan sambil menyusuri jalan. Jika memang benar-benar perlu istirahat, tersedia sejumlah warung kecil dengan menu-menu penghangat badan.

Setelah separuh perjalanan, pengunjung akan menemui camping ground. Pengunjung bisa bermalam dengan tenda di lokasinya ini. Ada juga toilet dan kamar mandi yang bisa dipakai oleh semua pengunjung. Jadi jangan pipis, apalagi BAB, sembarangan ya. Hehe. Di kawasan camping ground ini juga, terdapat pangkalan persewaan kuda. Pengunjung yang sudah kelelahan atau ingin merasakan sensasi berkuda di jalan menanjak, bisa naik kuda-kuda ini. Namun, fasilitas ini hanya untuk rute camping ground menuju pintu loket tiket, bukan ke arah air terjun.

Selepas camping ground, jalan setapak menurun dan curam. Ternyata, jalan tersebut membawa kami ke sungai yang membelah dua tebing. Tapi tenang, ada jembatan bambu (yang menurut saya eksotis) untuk para pengunjung menyeberangi sungai. Bagi saya, sungai ini pun jadi tempat istirahat yang menyenangkan. Beberapa menit, saya duduk di bebatuan besar di tepi sungai sambil merasakan dinginnya air sungai yang jernih itu.

Spot foto bagi banyak pengunjung
Air dinginnya sangat menggoda
Jembatan pengubung dua tebing
Coban Pelangi tak jauh dari sungai ini. Beberapa meter saja, sudah terdengar gemuruh suara air terjun. Langkah-langkah kami pun beradu dengan waktu agar cepat sampai di tujuan kami. Jalan setapak itu dibentuk serupa undakan dengan pembatas bambu. Karena jalan setapak itu menanjak, bagian yang kami lihat pertama kali adalah puncak air terjun.

Begitu sampai puncak anak tangga, tampaklah air terjun Coban Pelangi setinggi 110 meter itu di depan mata. Air turun dari atas puncak bukit, membentuk satu garis lengkung di tebing hijau nan tinggi itu. Air mendarat di dasar tebing berupa bebatuan beragam ukuran dan membentuk sungai. Bebatuan di dasar tebing itu sangat licin karena berlumut. Percikan air terjun menambah kesejukan.

Sayang tak bertemu pelangi
Air terjun berketinggian 110 meter

Namun, gerimis tiba-tiba datang. Gerimis itu pulalah yang membuyarkan harapan saya untuk melihat pelangi. Sebenarnya, air terjun ini disebut Coban Pelangi karena sering terlihat pelangi di sana. Namun, pelangi hanya terlihat saat cuaca cerah. Butuh sinar matahari yang membiaskan cahaya di antara percikan air terjun. 

Pelangi muncul saat cuaca cerah
Saya dan Coban Pelangi
Tanpa pelangi, Coban Pelangi tetap memesona
Agar tak basah kuyup, kami berteduh di warung yang saat itu tak digunakan oleh pemiliknya untuk berjualan. Letaknya di tebing sisi kanan. Beberapa menit kemudian, gerimis reda. Saya pun tak menyia-nyiakan kesempatan untuk mengabadikan keindahan Coban Pelangi. Sempat ingin turun ke sungai di balik bebatuan besar yang licin itu, tapi sepertinya itu terlalu berbahaya karena licin. Apalagi, terdapat papan peringatan bahwa tebing di kawasan ini rawan longsor. Pilihan bijaknya adalah tetap menikmati alam dengan mengutamakan keselamatan. (*)

You Might Also Like

4 comments

  1. Kalau untuk ukuran trekking, sebenarnya Coban Pelangi ini tidak terlalu berat. Cocok buat pemanasan kalau mau trekking sesungguhnya ke coban-coban yang lain hehe. Selain itu, fasilitas yang tersedia juga sangat lengkap. Cukup terawat lah, sebanding sama Coban Rondo. Karena kolamnya dangkal dan ada batu besar, jadinya percikannya kerasa banget hahaha

    ReplyDelete
    Replies
    1. Setujuuu, Mas Rifqy. Pengen banget ke coban-coban lain. Semoga ada kesempatan.

      Soal percikan, memang kerasa banget, pasti basah kalo deket-deket kolam air terjun. Hehehe.

      Delete
  2. Replies
    1. Malang memang selalu bikin kangen, Gan. Hehehe.

      Delete